Kamis, 03 Januari 2008

USKUP KALIMANTAN AJAK UMAT BERTOBAT ATASI KERUSAKAN LINGKUNGAN

Pontianak, 3/1 (ANTARA) - Para uskup se Kalimantan mengeluarkan Surat Gembala pada akhir Desember 2007 yang isinya berupa ajakan agar umat bertobat sebagai upaya nyata mengatasi kerusakan lingkungan yang semakin parah.

Dalam Surat Gembala yang diterima ANTARA di Pontianak, Kamis, para uskup menyatakan meningkatnya pencemaran air sungai, danau dan laut, tanah dan udara, pembakaran dan kebakaran hutan, pengurasan tambang secara rakus, pengalihan fungsi hutan rakyat dan lahan pertanian, penimbunan sampah di pemukiman padat penduduk, mengakibatkan kemerosotan mutu lingkungan hidup.

Surat Gembala yang dikeluarkan enam uskup di Kalimantan, termasuk salah satunya, Uskup Agung Pontianak, Mgr. H. Bumbun, OFM. Cap tersebut, mengutip pernyataan Paus Yohanes Paulus II, yang mengatakan krisis lingkungan hidup pada dasarnya adalah masalah moral.

Oleh sebab itu pertobatan adalah suatu keharusan. Wujudnya adalah memperlakukan bumi dan segala ciptaan secara bertanggung jawab, karena alam semesta diciptakan oleh Allah demi kemuliaan-Nya dan kesejahteraan manusia.

Para uskup se Kalimantan, terdiri atas Uskup Agung Pontianak Mgr H Bumbun, OFM. Cap, Uskup Agung Samarinda Mgr Fl Sului, MSF, Uskup Ketapang, Mgr Bl Pujaraharja, Uskup Palangkaraya Mgr A Sutrisnaatmaka, MSF, Uskup Banjarmasin Mgr F.X Prajasuta, MSF, Uskup Sanggau Mgr Y. Mencuccini, CP, Uskup Sintang Mgr Agustinus Agus dan Uskup Tanjung Selor, Mgr Y. Harjosusanto, MSF.

Menurut mereka, pengrusakan dan kerusakan lingkungan hidup telah menjadi keprihatinan besar karena mengancam kelangsungan kehidupan di bumi ini.

Kemerosotan mutu lingkungan hidup mengakibatkan kekacauan musim, kekeringan, banjir dan tanah longsor, musnahnya berbagai jenis hewan dan tumbuhan, pemanasan bumi dan naiknya permukaan air laut, sehingga malapetaka ahsyat mengamcam umat manusia, yaitu kehancuran bumi.

Rusaknya lingkungan hidup di tingkat lokal berdampak pada tingkat nasional, internasional, bahkan global. Maka pelestarian dan peningkatan mutu lingkungan hidup di tingkat lokal, bukan hanya bermanfaat bagi kepentingan setempat, tetapi juga kepentingan yang lebih luas.

Menyikapi keadaan gawat itu, PBB telah berulang kali menyelenggarakan konperensi internasional. Baru-baru ini telah dilangsungkan pertemuan internasional tentang perubahan iklim yang diselenggarakan di Bali pada bulan Desember 2007.

Setiap penghuni bumi ini harus menyadari betapa penting dan mendesaknya tindakan nyata untuk menyelamatkan bumi kita dari kehancuran.


Tak berdiri sendiri
Surat Gembala juga mengatakan, masalah lingkungan hidup tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan semua bidang kehidupan, seperti hukum, politik, ekonomi, social, budaya, mental dan moral.

Oleh karena itu masalah lingkungan hidup perlu dilihat dari berbagai sudut pandang dan ditangani secara serentak dan terpadu oleh semua pihak.

Kepedulian terhadap masalah lingkungan hidup merupakan suatu keharusan dan panggilan. Sikap acuh tak acuh terhadapnya merupakan kejahatan, karena mengabaikan keselamatan umat manusia.

Gereja yang dipanggil untuk meneruskan kebaikan dan kasih Allah kepada umat manusia sadar bahwa menyelamatkan umat manusia dari kehancuran bumi adalah pelaksanaan perintah cintakasih.

Dalam ensikliknya yang pertama, Redemptor Hominis Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa kepedulian terhadap lingkungan hidup adalah bagian hakiki dari Ajaran Sosial Gereja.

Nota Pastoral KWI 2005, SGKI 2005 dan APP 2008 mendorong seluruh umat dan semua pihak untuk menghadapi masalah lingkungan hidup dengan tindakan nyata.

Kepedulian Gereja tidak terbatas pada imbauan dan arahan, tetapi juga dalam tindakan nyata dari gereja setempat.


Kemerosotan
Tertulis lebih lanjut dalam Surat Gembala tersebut, penyebab kemerosotan mutu lingkungan hidup itu serumit segala kenyataan hidup. Akan tetapi penyebab utamanya adalah mentalitas mengajar kenikmatan sepuas-puasnya dan memiliki sebanyak-banyaknya.

Mentalitas ini membuat orang tidak lagi mempedulikan Allah, kecuali dirinya sendiri, tidak lagi menghargai kehidupan dan menghalalkan segala cara.

Sikap dan gaya hidup ini tidak peduli terhadap keutuhan lingkungan hidup dan keharmonisan ciptaan. Tidak mau tahu bahwa bumi ini untuk semua manusia, termasuk generasi yang akan datang.

Mentalitas serakah dan rakus ini hanya memikirkan bagaimana meningkatkan taraf hidup dan mengabaikan mutu hidup. Keinginan meningkatkan taraf hidup tidak ada salahnya, menjadi salah bila mutu hidup dikorbankan demi taraf hidup dalam bidang ekonomi.

Karena itu, menurut para uskup lagi, masalah lingkungan hidup menuntut adanya tindakan nyata dari semua pihak. Pemerintah dan wakil rakyat harus berkiblat pada pelestarian alam. Menghormati kearifan local dan berpihak pada rakyat. Mengundang investor bukan hanya untuk peningkatan pendapatan daerah, melainkan juga sungguh untuk kesejahteraan rakyat.

Selain itu, para pengusaha harus menaati peraturan, mempedulikan hak dan kesejahteraan masyarakat setempat, menghentikan pembabatan hutan dan penambangan secara liar, dan menjaga lingkungan agar pencemaran air dan udara tidak berlanjut.

Sementara para penegak hukum, harus berani menindak tegas pengusaha yang tidak menaati peraturan dan merugikan masyarakat. Orang tua dan pendidik menanamkan nilai-nilai cinta kehidupan kepada anak-anak sejak dini baik di rumah maupun di sekolah.

" Kita masing-masing tidak dapat menghadapi masalah besar ini sendiri, namun demikian apa yang bisa kita dapat kerjakan harus kita mulai. Kita semua, tua-muda harus berani mengerjakan hal-hal yang sederhana seperti menjaga kebersihan lingkungan rumah dan kampung, menanam pohon dan tanaman hias, dan melestarikan hutan rakyat," katanya .

"Kita adalah bagian dari bumi, maka kita harus bertanggung jawab atas kelestariannya dan menjaga agar semakin layak dihuni. Kalau bukan kita siapa lagi? Kalau tidak sekarang kapan lagi? Kalau tidak ditempat kita, dimana lagi?" jelas isi Surat Gembala.

Selain itu, kerusakan lingkungan hidup sudah parah, tetapi tidak bolah patah semangat dan putus harapan.

" Di tengah-tengah kesuraman itu kita melihat tumbuhnya semangat persaudaraan dan rasa tanggung jawab social. Adanya gerakan penanaman pohon secara nasional, tumbuhnya kesadaran untuk mencintai kehidupan, dan alam serta mendekatkan diri kepada Sang Pencipta yang menghendaki keselamatan seluruh ciptaanNya," kata para tokoh itu .

Upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup, baik lingkungan kecil maupun yang lebih luas harus diteruskan dan ditingkatkan kalau rakyat tidak menghendaki kehancuran menjadi lebih parah.

"Kita perlu mawas diri dan bertobat, berani bertindak sesederhana apapun yang berguna bagi penyelamatan bumi dari kehancuran. Semoga Allah yang Mahakuasa dan Mahakasih memberkati kita semua yang peduli terhadap ciptaanNya," demikian isi Surat Gembala.

Tidak ada komentar: